Perkembangan
teknologi informasi memberi banyak pengaruh besar dalam berbagai bidang, salah
satunya perpustakaan. Perpustakaan yang identik dengan tempat penyimpanan buku ini,
juga ikut terpengaruh dalam perkembangan teknologi informasi. Hal ini terbukti
dengan adanya inovasi penting yang berkembang di Indonesia dan banyak digunakan
hingga saat ini, SLiMS (Senayan Library Management System).
Dulu perpustakaan
menggunakan katalog kartu, pencarian manual, serta layanan sirkulasi berbasis
formulir kertas, kini sistem tersebut mulai ditinggalkan. Dengan masuknya
teknologi digital di perpustakaan seperti SLiMS ini, perpustakaan menjadi
bertransformasi menjadi pusat informasi modern yang cepat, efisien, dan mudah
diakses. Transformasi ini tidak hanya berhubungan dengan digitalisasi koleksi,
tetapi juga penerapan sistem manajemen perpustakaan yang lebih terstruktur dan
terotomasi.
SLiMS merupakan sistem otomasi perpustakaan berbasis open-source yang dikembangkan
pertama kali oleh tim dari Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kini
Kemendikbudristek). Muncul karena adanya kebutuhan perpustakaan di Indonesia
terhadap perangkat lunak manajemen koleksi yang fleksibel, mudah digunakan, dan
tidak bergantung pada lisensi komersial yang mahal. SLiMS telah berkembang menjadi
sistem otomasi yang bukan hanya di Indonesia, melainkan di luar negeri juga
seperti Malaysia, Brasil, dan Iran.
Perpustakaan memerlukan
sistem otomasi sebagai bagian dari evolusi layanan. Sistem otomasi diperlukan
untuk mengelola koleksi, sirkulasi peminjaman, katalogisasi, hingga laporan
statistik. Tanpa otomasi, perpustakaan akan kesulitan bekerja secara efisien,
proses pencarian koleksi menjadi lebih
cepat. Pemustaka dapat mengakses katalog melalui OPAC (Online Public Access
Catalog), tanpa harus menanyakan langsung kepada pustakawan. Dengan sistem
otomasi, kualitas layanan sekaligus produktivitas pustakawan dapat meningkat.
SLiMS menjadi
pilihan banyak perpustakaan, alasannya adalah karena berbagai keunggulan yang
dimilikinya. SLiMS bersifat open source, sehingga dapat digunakan tanpa
biaya lisensi. SLiMS juga mendukung berbagai fitur penting seperti modul
katalogisasi, OPAC, sirkulasi, membership, inventarisasi, serial control,
repositori digital, hingga manajemen laporan. SLiMS memiliki tampilan
antarmuka yang cukup mudah dipahami, bahkan oleh pengguna yang belum terbiasa
dengan sistem otomasi modern. Selain itu, SLiMS juga mendukung akses multi-user,
sehingga pustakawan dapat bekerja secara bersamaan pada modul yang berbeda.
Dengan adanya
SLiMS, perpustakaan di berbagai daerah memiliki kesempatan untuk meningkatkan
kualitas layanan secara setara. Proses pencatatan dapat distandaraisasi,
koleksi dapat terdokumentasi dengan lebih rapi, dan pemustaka mendapatkan
pengalaman layanan yang lebih modern.
Penerapan SLiMS
juga dapat meningkatkan visibilitas perpustakaan di ruang digital. Dengan memanfaatkan
fitur OPAC berbasis web, koleksi perpustakaan dapat diakses kapan saja dan
dari mana saja, sehingga pemustaka tidak lagi harus datang langsung hanya untuk
mengecek ketersediaan buku. Hal ini dapat sangat membantu terutama bagi
perpustakaan perguruan tinggi, sekolah, atau perpustakaan daerah yang memiliki
pemustaka dari berbagai wilayah.
Penerapan SLiMS
di perpustakaan ini memerlukan beberapa perangkat pendukung seperti komputer
server, komputer untuk staf, serta perangkat jaringan seperti router atau switch.
Dapat juga ditambah komputer terminal pencarian jika perpustakaan ingin
menyediakan OPAC publik atau menyediakan akses melalui perangkat pribadi
pemustaka dengan menggunakan jaringan Wi-Fi.Implementasi SLiMS ini sebenarnya
memakan biaya yang fleksibel karena perangkat keras bisa disesuaikan dengan
kemampuan dana perpustakaan. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa SLiMS
banyak digunakan oleh perpustakaan sekolah, desa, universitas.
Selain perangkat,
dalam penerapan sistem otomasi SLiMS juga memerlukan pelatihan pustakwan. Sistem
yang baik tidak akan maksimal tanpa sumber daya manusia yang memahami cara
mengelola dan memilharanya. Pelatihan biasanya mencakup instalasi sistem, katalogisasi
dengan standar tertentu, penggunaan modul, hingga troubleshooting dasar. Banyak
komunitas atau forum pengguna SLiMS yang menyediakan panduan dan pelatihan,
sehingga perpustakaan dapat belajar secara mandiri maupun melalui pendampingan.
Penerapan sistem
otomasi seperti SLiMS ini, tetap harus disesuaikan dengan kesiapan
perpustakaan, sumber daya manusianya, infrastruktur, serta kebutuhan pemustaka.
Sistem otomasi memang banyak manfaatnya, tetapi tidak semua perpustakaan
memiliki skala atau layanan yang sama, sehingga penggunaan teknologi harus mempertimbangkan
keberlanjutan dan kemampuan implementasinya. SLiMS bukan hanya teknologi,
tetapi bagian dari strategi inovasi untuk menghadirkan perpustakaan yang lebih
adaptif, responsif, dan relevan di era digital.
SLIMS merupakan
salah satu inovasi penting dalam transformasi perpustakaan di era digital. Namun,
penerapan ini memerlukan komitmen, perencanaan, dan penyesuaian dengan kondisi
perpustakaan. Implementasi sistem otomasi menggunakan SLiMS ini dapat menjadi
langkah awal menuju transformasi digital yang lebih luas, termasuk digiral
repositori, layanan e-resouces, hingga integrasi dengan platform pembelajaran
daring. Dengan mengadopsi solusi seperti SLiMS, perpustakaan tidak hanya
mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga memperkuat perannya sebagai pusat
informasi dan pembelajaran sepanjang hayat. Dengan demikian, SLiMS bukan hanya
solusi teknis, tetapi juga fondasi bagi inovasi layanan perpustakaan di masa
depan.
